SENI UKIR
PEMAHAMAN TENTANG SENI UKIR
Seni ukir atau ukiran merupakan
gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung ( kruwikan ) dan bagian-bagian
cembung ( buledan ) yang menyusun suatu gambar yang indah.
Pengertian ini berkembang hingga
dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu,
atau bahan-bahan lain. Sebagai contoh cara membuat seni ukur kayu dan peralatan
untuk mebuat seni ukir kayu adalah sebagai berikut : Peralatan bahan baku yang
dibutuhkan untuk membuat seni ukir kayu
Gergaji : biasa digunakan untuk
memotong kayu, pilihlah gergaji yang sesuai untuk mempermudah dalam melakukan
pemotongan.
Alat Pahat : alat ini biasa
digunakan untuk memahat yaitu membentuk sebuah kayu menjadi bentuk rupa
sehingga didapatkan hasil yang diinginkan.
Bor : alat ini biasa digunakan untuk
mempermudah dalam melubangi kayu
lem : lem digunakan untuk penempelan
jika waktu pemahatan ada yang patah. lem yang digunakan adalah lem khusus kayu
yang mempunyai daya rekat tinggi untuk materi kayu. dan masih banyak lagi
peralatan pendukung lainnya
Proses membuat seni ukir kayu
Pertama-tama penyiapan bahan baku kayu, umumnya menggunakan mesin potong kayu
dan alat pengering. Kemudian pembentukan dibuat menggunakan gergaji dan alat
pahat Pembentukan halus atau pengukiran dengan menggunakan alat pahat
Penghalusan biasanya menggunakan amplas Finishing biasanya dibantu dengan mesin
semprot cat dan kuas untuk mewarna Contoh gambar seni ukir kayu.
SEJARAH SENI UKIR INDONESIA
PEMAHAMAN
Ukir ~ Juru ( pandai, tukang
)Contoh: Tukang Ukir : Orang yang pekerjaannya mengukirMengukir : Menoreh (
menggores, memahat ) dsb. untuk membuat lukisan ( gambar ) pada kayu, batu,
logam,dsb. Ukiran : ( ukiran-ukiran ) hiasan yang terukir. Seni Ukir : seni
pahat
PEMAHAMAN TENTANG SENI UKIR
INDONESIA Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian
cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu
gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir
yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain.
Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir
sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenekmoyang
bangsa Indonesia telahmembuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau
bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih
sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan
lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan
Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500
hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yanitu
menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya. Dalam pembuatan
ukirannya adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakanpada
masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta
binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari
Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu
dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor,
NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada
bejana perunggu darikerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi
dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian
Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis
yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada
nekara dari Sangean.
Setelah agama Hindu, Budha, Islam
masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam
bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badancandi
dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para
raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan
tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan
wayang. Motif ukiran, selain menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang
kisah para dewa, mitos kepahlawanan, dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan
ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di
Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah.
Saat sekarang ukir kayu dan logam
mengalami perkembangan pesat. Dan fungsinyapun sudah bergeser dari hal-hal yang
berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja.pada ukiran kayu
meliputi motif Pejajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura,
Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari
luarJawa.
LEGENDA SENI UKIR JEPARA
Dikisahkan seorang ahli seni pahat
dan lukis bernama Prabangkara yang hidup pada masa Prabu Brawijaya dari
Kerajaan Majapahit, pada suatu ketika sang raja menyuruh Prabangkara untuk
membuat lukisan permaisuri raja sebagai ungkapan rasa cinta beliau pada
permaisurinya yang sangat cantik dan mempesona. Lukisan permaisuri yang tanpa
busana itu dapat diselesaikan oleh Prabangkara dengan sempurna dan tentu saja
hal ini membuat Raja Brawijaya menjadi curiga karena pada bagian tubuh tertentu
dan rahasia terdapat tanda alami/khusus yang terdapat pula pada lukisan serta
tempatnya/posisi dan bentuknya persis. Dengan suatu tipu muslihat, Prabangkara
dengan segala peralatannya dibuang dengan cara diikat pada sebuah laying-layang
yang setelah sampai di angkasa diputus talinya. Dalam keadaan melayang-layang
inilah pahat Prabangkara jatuh di suatu desa yang dikenal dengan nama Belakang
Gunung di dekat kota Jepara. Di desa kecil sebelah utara kota Jepara tersebut
sampai sekarang memang banyak terdapat pengrajin ukir yang berkualitas tinggi.
Namun asal mula adanya ukiran disini apakah memang betul disebabkan karena
jatuhnya pahat Prabangkara, belum ada data sejarah yang mendukungnya.
Sejarah
1 . Pada masa pemerintahan Ratu
Kalinyamat, terdapat seorang patih bernama Sungging Badarduwung yang berasal
dari Campa (Kamboja) ternyata seorang ahli memahat pula. Sampai kini hasil
karya Patih tersebut masih bisa dilihat di komplek Masjid Kuno dan Makam Ratu
Kalinyamat yang dibangun pada abad XVI.
2 . Keruntuhan Kerajaan Majapahit
telah menyebabkan tersebarnya para ahli dan seniman hindu ke berbagai wilayah
paruh pertama abad XVI. Di dalam pengembangannya, seniman-seniman tersebut
tetap mengembangkan keahliannya dengan menyesuaikan identitas di daerah baru
tersebut sehingga timbulah macam-macam motif kedaerahan seperti : Motif
Majapahit, Bali, Mataram, Pajajaran, dan Jepara yang berkembang di Jepara
hingga kini.
Sumber:
http://djawerndeso.blogspot.com/
SENI UKIR PAPUA
Bagi suku Asmat, seni ukir kayu
adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang telah turun temurun menjadi suatu
kebudayaan yang bukan saja dikenal di Papua dan Indonesia, melainkan sudah ke
seluruh dunia. Bagi setiap turis asing yang berkunjung ke Papua, rasanya kurang
lengkap apabila tidak mengenal atau membeli cenderamata karya ukir suku Asmat
dalam berbagai ukuran. Ciri khas dari ukiran suku asmat adalah polanya yang
unik dan bersifat naturalis, dimana dari pola-pola tersebut akan terlihat
kerumitan cara membuatnya sehingga membuat karya ukir suku Asmat bernilai
tinggi dan sangat banyak diminati para turis asing yang menggemari karya seni.
Dari segi model, ukiran suku Asmat
memiliki pola dan ragam yang sangat banyak, mulai dari patung model manusia,
binatang, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari sampai ukiran tiang. Suku
Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari sebagai
pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang dan orang berperahu, orang
berburu dan lain-lain. Mengukir adalah sebuah tradisi kehidupan dan ritual yang
terkait erat dengan spiritualitas hidup dan penghormatan terhadap nenek moyang.
Ketika Suku Asmat mengukir, mereka tidak sekedar membuat pola dalam kayu tetapi
mengalirkan sebuah spiritualitas hidup.
Pemotongan
Kayu Utuh
Pemotongan kayu adalah hal yang paling awal untuk membuat pola ukiran. Memotong pada sebuah kayu datar untuk membuat pola ukiran sehingga tampak menjadi tiga dimensi. Proses pemotongan ini biasa dilakukan dengan sebuah gergaji manual atau mesin. Kemudian setelah sudah dapat ukuran yang kita perlukan, lalu memotong kayu secara tepat.
Menggambar
Pola Ukiran
Menggambar ukiran dengan alat gambar seperti biasa. Namun perlu diketahui bahwa kayu merupakan benda padat namun berserat. Kita harus bisa menggambar dengan alat tulis yang cuckup tebal agar tidak mudah mengikis terserap kayu. Selain dengan teknik menggambar langsung, kita juga bisa menggunakan dengan teknik menempel. Teknik ini cukup sering digunakan karena cukup mudah. Kita hanya perlu mengeprint atau memfoto copy gambar, lalu kemudian menempel dengan lem pada bilah kayu yang akan Kita ukir.
Alat
Untuk Mengukir Khas Jepara
Alat pahat, palu, dan meteran adalah hal wajib yang Kita punya untuk mengukir kayu. Palu ukir biasanya terbuat dari kayu yang keras, gunanya agar tidak cepat tipis terkena pahat besi. Untuk pahat biasanya terbuat dari besi yang diolah sedemikian rupa sehingga berbentuk menjadi benda runcing dan tajam untuk mengeruk dan mengolah kayu. Sedangkan meteran digunakan untuk memberi jarak dan ukuran yang Kita butuhkan jika ada gambar pola atau tempelan pola ukir yang kurang jelas. Jangan sampai Kita tidak bisa memberi ukuran yang pas pada ukiran, karena ini akan berpengaruh pada ukiran yang sudah jadi nantinya.
Teknik
Mengukir Kayu Khas Jepara
Teknik mengukir kayu dibedakan menjadi 2 bagian, yang pertama untuk ukiran dua dimensi (benda seni untuk benda pakai, seperti: kursi, meja, dipan,dll) dan tehnik kedua untuk ukiran 3 dimensi (digunakan untuk ukiran seperti relung, yang diukir sambai bawah dan runcing). Tehnik 2 dimensi ini terdiri dari pengolahan kayu dari sebuah papan datar dari kayu dan hanya diberi cekungan atau lekukan yang tidak terlalu dalam. Penciptaan objek ini tidak terlalu sulit, karena Kita hanya perlu meluruskan atau mengikuti pola ukiran yang sudah Kita buat sebelumnya. Sedangkan untuk tehnik 3 dimensi adalah teknik yang cukup sulit dan rumit. Tehnik 3 dimensi pengerjaannya melalui pola yang sembarang dengan motif dari pengrajin ukir itu sendiri. Meskipun sudah digambar dengan pola namun hal itu tidak terlalu berpengaruh karena nantinya akan tetap di berikan sentuhan-sentuhan ukiran sepantasnya. Tetapi tentunya dengan kreasi-kreasi terbaik yang sudah dipunyai seniman ukir.
Teknik
Finishing Ukiran Kayu Khas Jepara
Cara memfinishing ukiran yang sudah jadi memerlukan ketelitian dan keahlian tersendiri. Proses akhir ini yang akan menjadikan ukiran itu terliat baik atau biasa saja. Kita harus pintar dan jeli memilih pengerjaan finishing untuk ukiran Kita. Dalam proses pengerjaan finishing 2 dimensi, amplas dan bahan warna kayu cukup mendominasi. Misal benda pakai seperti meja dan kursi, Kita hanya perlu menghaluskan lalu kemudian mewarnai agar menjadi indah. Sedangkan untuk proses finishing 3 dimensi Kita perlu tehnik yang lebih. Terkadang pengrajin ukiran 3 dimensi tidak perlu bahan warna untuk ukirannya, hal ini dilakukan agar ukiran terlihat tetap alami. Atau kalau memang diperlukan bahan warna, Kita bisa memilih warna-warna natural. Karena warna natural akan tetap menonjolkan sisi keindahan asli kayu. Beberapa seniman ukir Jepara malah hanya mewarnai bingkai pada ukiran 3 dimensi.
KEUNIKAN KARYA SENI UKIR/PAHAT DI INDONESIA
LATAR BELAKANG PEMAHAMAN
Ukir ~ Juru ( pandai, tukang )Contoh: Tukang Ukir :
Orang yang pekerjaannya mengukirMengukir : Menoreh ( menggores, memahat )
dsb.
untuk membuat lukisan ( gambar ) pada kayu, batu, logam,dsb.
Ukiran : ( ukiran-ukiran ) hiasan yang terukir.
Seni Ukir : seni pahat
PEMAHAMAN TENTANG SENI UKIR INDONESIA
Alam yang kaya raya telah memberi
inspirasi kepada masyarakat yang berpikir kreatif, seperti tercermin dari seni ukir nusantarayang kemudian
melahirkan beragam jenis, tergantung kepada kreativitas dan daya dukung alam
yang kaya. Khusus untuk seni ukir nusantara yang berbahan dasar kayu, semakin
beragam karena didukung oleh alam nusantara yang memiliki hutan tropis sehingga
menghasilkan kayu yang bisa dipakai sebagai bahan dasar untuk mengukir.
Berbeda dengan seni ukir modern,
seni ukir nusantara yang tradisional lahir tidak saja sebagai karya seni dan
tujuan untuk berkesenian, melainkan sangat terikat erat dengan berbagai
persoalan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tradisional. Dengan demikian
seni ukir tradisional ini pada awalnya bisa lahir karena untuk persembahan
kepada leluhur sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Tak jarang seni ukir
tradisional juga tercipta karena kepentingan untuk alat berburu, alat perang
atau keperluan lainnya yang kerap ditemukan pada kehidupan sehari-hari mereka.
Demikian pula inspirasi bentuk ukirannya yang terikat kuat kepada alam, memberi
keunikan tersendiri yang tak sembarang bisa ditemukan di dalam seni ukir
modern. Seni ukir nusantara sebagai seni ukir tradisional, masing-masing daerah
memiliki ciri khas sendiri-sendiri sesuai dengan alam dan lingkungan tempat
mereka tumbuh dan berkembang. Dari kenyataan ini maka seni ukir nusantara
semakin kaya ragam dan rupanya.
Mengukir adalah melakukan sesuatu
dengan menggores, memahat, dan menoreh pola pada permukaan benda yang akan
diukir. Biasanya pada kayu untuk meja, lemari, kursi, alat atau perkakas
perang, berburu, perkakas atau peralatan untuk ibadan dan sebagainya.
Di Indonesia seni ukir sudah ada
sejak zaman prasejarah, yaitu pada zaman batu muda. Pada zaman itu manusia
sudah mengenal perkakas untuk keperluan rumah tangga serta benda-benda yang
terbuat dari kayu dan gerabah. Dilihat dari jenisnya, ukiran dibagi menjadi:
ukiran tembus, ukiran rendah, ukiran tinggi, dan ukiran utuh.
Fungsi Seni Ukir
Fungsi seni ukir termasuk di dalam
seni ukir nusantara, di antaranya sebagai berikut :
1. Fungsi hias, yaitu ukiran yang dipakai semata-mata
sebagai hiasan dan tidak mengandung makna sama sekali. Di dalam berbagai
perabot, alat perang, alat atau perkakas bertani dan sebagainya, banyak yang
menggunakan seni ukir yang berfungsi hiasan. Dengan demikian ragam ukirannya
pun tidak memiliki pola baku, bisa terinspirasi oleh alam, awan, aliran sungai
dan sebagainya. Namun sebagai karya seni tentu saja menunjukkan keindahan
tersendiri sekalipun fungsinya hanya benar-benar sebagai hiasan semata.
2. Fungsi magis, adalah ukiran yang mengandung
simbol-simbol tertentu dan diyakini sebagai sesuatu yang magis atau memiliki
kekuatan, dikaitkan dengan kepercayaan dan kepentingan spiritual. Pada seni
ukir tradisional banyak sekali seni ukir yang berfungsi magis ini. Di Jawa
Barat misalnya dikenal seni ukir pada warangka keris, tombak, yang dinilai
memiliki kekuatan gaib dan kerap menjadi semacam tameng dari serangan makhluk
jahat. Demikian pula di dalam masyarakat suku Batak, dengan mudah ditemukan
ukiran yang berfungsi magis ini, misalnya di dalam rumah adat atau tombak,
terdapat simbol-simbol tertentu dengan warna putih dan hitam yang dominan, yang
dianggap memiliki kekuatan gaib tersendiri.
3. Fungsi simbolik. Selain sebagai hiasan, ukiran
mengandung suatu simbol yang berhubungan dengan spiritual. Oleh karena memiliki
nilai dan makna tertentu, maka penempatan dan pemasangan karya ukir tidak bisa
di sembarang tempat. Ukiran fungsi simbolik ini hampir mirip dengan ukiran
fungsi magis, yakni terkait dengan satu kepercayaan yang tumbuh dan berkembang
di dalam masyarakat. Setiap suku di Indonesia hampir dipastikan memiliki seni
ukir simbolik ini, hal ini terkait dengan perjalanan peradaban suku-suku di
Indonesia yang dimulai dengan kepercayaan animisme, dinamisme, kemudian datang
pengaruh Hindu/Budha, sebelum akhirnya masuk agama Islam.
4. Fungsi konstruksi adalah ukiran yang selain dipakai
sebagai hiasan, juga digunakan sebagai pendukung sebuah bangunan. Misalnya
tiang pada rumah.
5. Fungsi ekonomis, yaitu menambah nilai jual. Misalnya
ukiran pada kaki kursi, meja, lemari, tutup lampu, dan lain sebagainya. Dalam
prakteknya untuk fungsi ekonomis ini bisa saja menjadikan fungsi ukir lainnya
sebagai salah satu bahan ukiran namun diterapkan dalam perkakas yang memiliki
nilai jual. Sebuah ukiran yang pada awalnya berfungsi sebagai ukiran magis
misalnya, pada masyarakat modern sekarang bisa saja diterapkan pada wadah
tissue misalnya, yang tentunya ragam hias pada ukiran tempat tissue tersebut
sudah tidak memiliki fungsi simbolis atau fungsi magis lagi.
Motif Ukir
Setiap daerah memiliki ciri khas
motif ukiran. Penamaan ukiran biasanya berdasarkan tempat dari mana motif itu
berasal. Misalnya, motif Pajajaran, motif Mataram, motif Majapahit, motif Bali,
motif Jepara, motif Madura, motif Dayak, motif Nias, motif Pekalongan, motif
Cirebon, motif Yogyakarta dan motif Surakarta. Masing-masing motif memiliki
ciri khas tersendiri yang menjadi kekuatan dan kekayaan ragam hias seni ukir
nusantara.
Dari berbagai macam motif tersebut
ada beberapa yang memiliki persamaan, seperti motif relung, patran,
ulir, benangan, cawen, pecahan, angkup, endong, simbar, trubusan, cula, sunggar,
danjambul. Jenis ukiran ini memiliki kesamaan dalam bentuknya namun pada
akhirnya memiliki sentuhan tersendiri sehingga tetap saja dengan mudah dapat
dibedakan. Misalnya seni ukir motif cula antara satu daerah dengan daerah
lainnya memang sama dari bentuknya, tapi penampilan akhirnya tetap memiliki
ciri tersendiri, sehingga seni ukir motif cula dari daerah A akan berbeda
dengan dari daerah B, begitu seterusnya. Itulah kenapa seni ukir nusantara
benar-benar menjadi macam ragam yang memperkaya seni ukir yang ada.
Alat Ukir
Alat untuk mengukir adalah pahatan,
palu, batu asah, sikat. Untuk mengukir dengan menggunakan media batu, kayu,
atau bambu memiliki jenis pahatan yang berbeda.
Berikut ini adalah jenis-jenis pahat
ukir.
1. Pahat penyiku yaitu pahat yang bagian ujung pahatnya
melengkung sesuai dengan fungsinya untuk memahat bagian-bagian yang melengkung.
Membuat ragam lingkaran, bulatan daun, bulatan bunga, sisi wajah manusia,
menggunakan pahat penyiku ini.
2. Pahat penyilat, yaitu pahat yang bentuknya lurus
sesuai dengan fungsinya untuk mengukir bagian-bagian yang lurus. Pada seni ukir
yang berasal dari suku Asmat kebanyakan menggunakan pahat penyilat, sehingga
ragam pahatannya lurus dan tegak.
3. Pahat kol, yaitu jenis pahat lengkung yang bagian
ujungnya untuk membuat bentuk cekungan. Membuat cekungan harus menggunakan
pahatan ini, tidak bisa dengan pahatan lain. Menimbulkan efek dua dimensi
adalah dengan menggunakan pahat kol ini. Dengan demikian pada permukaan datar akan
didapat kedalaman-kedalaman tertentu sesuai dengan benda atau barang yang
menjadi sumber inspirasi pahatan yang terdapat di alam yang bentuknya tiga
dimensi.
4. Pahat pongot, pahat yang bentuknya menyudut ke arah
kiri atau kanan, berfungsi untuk membersihkan sudut-dudut pada ukiran.
Kehalusan hasil akhir ukiran sangat tergantung pada keterampilan pengukir atau
pemahat menggunakan pahat pongot ini.
Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung(kruwikan)
dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah.
Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni
membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain.
Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik),
yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenekmoyang bangsa Indonesia
telahmembuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang
ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana.
Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan
bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan Pada zaman yang
lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM.
Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yanitu menggunakan
bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya. Dalam pembuatan ukirannya
adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakanpada masa zaman
perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang
maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi
dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci
Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif
pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana
perunggu darikerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari
Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya.
Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang
dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara
dari Sangean.
Setelah agama Hindu, Budha, Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami
perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran
banyak ditemukan pada badan-badancandi dan prasasti-prasasti yang di buat orang
pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan
pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton,
alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran, selain
menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos
kepahlawanan, dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut
dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut
di Jawa Tengah.
Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan
fungsinyapun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi
hanya sebagai alat penghias saja.pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran,
Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan
berbagai macam motif yang berasal dari luarJawa.